Judul postingan RSS Feed : Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Terungkap Via Pesan Berantai - Republika Online
link : Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Terungkap Via Pesan Berantai - Republika Online
Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Terungkap Via Pesan Berantai - Republika Online
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beredar pesan berantai jeritan korban pelecehan seksual dan bullying di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Korban berinisial MS yang bahkan sudah pernah melapor di kepolisian ini mengirimkan pesan berantainya yang penuh rasa trauma agar didengar oleh Presiden RI Joko Widodo.
"Tolong Pak Jokowi, saya tak kuat dirundung dan dilecehkan di KPI. Saya trauma buah zakar dicoret spidol oleh mereka," tulis MS dalam keterangan persnya, Rabu (1/9).
MS mulai menceritakan kisah pilunya secara runtut, tentunya dengan membuka kembali luka lama yang ingin sekali dikuburnya. MS mengaku dilecehkan oleh rekan kerjanya sesama laki-laki dan kerap mendapatkan perundungan.
Kisahnya dimulai sejak ia mulai bekerja di KPI pusat pada 2011. Sejak mulai bekerja, MS kerap menjadi korban intimidasi dan perundungan. Seperti harus membelikan makanan untuk rekan-rekan kerja seniornya.
"Mereka secara bersama-sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," ungkapnya.
Cerita ini belum seberapa. Kisah yang terus membawanya pada titik terendah baru saja akan dimulai, di mana perlakuan rekan-rekan kerjanya semakin tak manusiawi.
Tahun 2015, rekan-rekan kerjanya berinisial RE, EO, TS, SG, RT, CL dan FP bersama-sama memegangi kepala, tangan, kaki, memiting dan menelanjanginya. Saat itu juga rekannya EO mulai mencoret-coret kelaminnya dengan spidol dan juga direkam oleh CL.
"Mereka beramai-ramai memiting, melecehkan saya dengan mencoret coret buah zakar saya memakai spidol. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi," ungkapnya.
"Mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online," sambungnya.
Sejak hari itu hidupnya menjadi hancur. Ia kerap stres dan merasa amat hina. Harga dirinya sebagai laki-laki, sebagai suami dan kepala rumah tangga menjadi runtuh seketika.
"Saat ingat pelecehan tersebut, emosi saya tak stabil, makin lama perut terasa sakit, badan saya mengalami penurunan fungsi tubuh, gangguan kesehatan," katanya.
Pada 8 Juli 2017, MS mulai memeriksakan diri di Rumah Sakit Pelni untuk Endoskopi. Hasilnya, ia mengalami Hipersekresi Cairan Lambung akibat trauma dan stres.
Perundungan terhadap MS belum usai. Pada 2017, saat acara Bimtek di Resort Prima Cipayung, Bogor, tengah malam saat MS terlelap tidur tiba-tiba tubuhnya dilempar ke dalam kolam. Tawa riang nampak terdengar puas dari rekan-rekan kerjanya itu.
"Apakah penderitaan saya sebuah hiburan bagi mereka. Mengapa mereka begitu berkuasa menindas tanpa ada satupun yang membela saya. Apakah hanya karena saya karyawan rendahan sehingga para pelaku tak diberi sanksi? Dimana keadilan untuk saya?" sesal MS.
Pada 11 Agustus 2017, MS mulai membahi kisahnya dengan mengadukan pelecehan dan penindasan tersebut kepada Komnas HAM melalui email. Pada 19 September 2017, Komnas HAM membalas email dan menyimpulkan apa yang saya alami sebagai kejahatan atau tindak pidana. "Komnas HAM menyarankan saya agar membuat laporan Kepolisian," ungkap MS.
Perundungan belum juga usai memasuki tahun 2018. Ingin rasanya MS terus bersembunyi dari pelaku dengan meninggalkan kantor. Namun ia kemudian menjadi korban fitnah.
Pada 2019, MS mengikuti saran Komnas HAM untuk melapor pada kepolisian tepatnya di Polsek Gambir. Tetapi kesialan kembali datang, ia yang kesakitan dan nyaris putus asa dan meminta bantuan polisi, justru diminta untuk berjuang sendiri.
"Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan," ujar MS menirukan saran petugas polisi.
"Pak Kapolri, bukankah korban tindak pidana berhak lapor dan Kepolisian wajib memprosesnya?" tanya MS.
Namun demikian, sebagai warga yang baik MS mengikuti saran petugas polisi Gambir itu. Ia mengadukan semua perlakuan pelecehan yang diterimanya di tempat kerja kepada internal kantor KPI.
"Saya ceritakan semua pelecehan dan penindasan yang saya alami. Pengaduan ini berbuah dengan dipindahkannya saya ke ruangan lain yang dianggap ditempati oleh orang orang yang lembut dan tak kasar," ceritanya.
Sial, perundungan tetap berlanjut dan para pelaku tidak diproses sanksi sedikitpun. Tasnya di lempar keluar ruangan beserta bangkunya dan bertuliskan "Bangku ini tidak ada orangnya".
"Saya makin stres dan frustrasi. Akhirnya berdasarkan saran keluarga, saya konsultasi ke psikolog di Puskesmas Taman Sari. Hasilnya, saya divonis mengalami PTSD (post traumatic stress disorder)," ungkapnya.
Ia kembali ke kantor polisi dengan harapan laporannya dahulu diproses. Sayangnya, harapannya sia-sia belaka.
"Saya ingin penyelesaian hukum, makanya saya lapor polisi. Tapi kenapa laporan saya tidak di-BAP? Kenapa pelaku tak diperiksa? Kenapa penderitaan saya diremehkan?" ungkapnya.
"Kepada siapa lagi saya mengadu? Martabat saya sebagai lelaki dan suami sudah hancur. Bayangkan, kelamin saya dilecehkan, buah zakar saya bahkan dicoret dan difoto oleh para rekan kerja, tapi semua itu dianggap hal ringan dan pelaku masih bebas berkeliaran di KPI Pusat. Wahai polisi, dimana keadilan bisa saya dapat?" sambungnya.
Pikiran untuk mengundurkan diri dari KPI ribuan kali melintas dalam benaknya. Tetapi, ia terus bertahan demi menghidupi anak, istri dan orangtuanya.
"Dan lagi pula, kenapa saya yang harus keluar dari KPI Pusat? Bukankah saya korban? Bukankah harusnya para pelaku yang disanksi atau dipecat sebagai tanggung jawab atas perilakunya? Saya benar, kenapa saya tak boleh mengatakan ini ke publik," kata MS.
Menanggapi cerita salah satu anggotanya, KPI dalam laman resminya membagikan pernyataan resmi mereka. Pernyataan ini ditulis pada 1 September 2021 oleh Ketua KPI Pusat Agung Suprio.
"Menyikapi beredar informasi di tengah masyarakat terkait kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Maka, kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut," kata Agung dikutip Republika dari laman resmi KPI, pada Rabu (1/9).
- Turut prihatin dan tidak menoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapa pun dan dalam bentuk apa pun.
- Melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak.
- Mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
- Memberikan perlindungan, pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologi terhadap korban.
- Menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying) terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku.
"Demikian keterangan yang dapat disampaikan KPI Pusat," kata Agung.
Artikel populer - Google Berita
Demikianlah Artikel Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Terungkap Via Pesan Berantai - Republika Online
Anda sekarang membaca artikel Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Terungkap Via Pesan Berantai - Republika Online dengan alamat link https://subscribe-id.blogspot.com/2021/09/dugaan-pelecehan-seksual-di-kpi.html
No comments: